Media merupakan tempat bermunculnya berbagai informasi. Hingga saat ini, kita tidak asing lagi dengan adanya media internet. Internet mendorong berkembangnya informasi, karena berbagai macam informasi baik melalui gambar, tulisan, maupun video dapat diunggah dan diakses di seluruh dunia kapan pun dan di mana pun. Berbagai informasi yang masuk ke media masuk ke ruang publik dan memunculkan berbagai opini publik. Salah satunya adalah Media Club Online Universitas Bakrie yang mengangkat sebuah artikel mengenai sekolah bagi orang kurang mampu yang tidak semua orang tahu (minoritas). Sehingga informasi tersebut sampai ke ruang publik (mayoritas) dan menjadi hangat dibicarakan. Dalam artikel ini, penulis ingin mengungkapkan aktivitas Media Club Online yang mengangkat topik Sekolah Alternatif Anak Jalanan (SAAJA) terkait dengan pemanfaatan ruang publik (public sphere) dari Habermas. Ruang publik merupakan wilayah sosial yang bebas dari adanya sensor dan dominasi. Semua warga masyarakat pada prinsipnya boleh memasuki ruang tersebut. Mereka sebetulnya adalah pribadi-pribadi, bukan orang yang dengan kepentingan bisnis atau professional, bukan pejabat, atau politikus, tetapi percakapan mereka membentuk suatu publik, sebab bukan soal-soal pribadi mereka yang dipercakapkan, melainkan soal-soal kepentingan umum, yang dibicarakan tanpa paksaan. Dalam situasi ini individu-individu berlaku sebagai publik, sebab mereka memiliki jaminan untuk berkumpul dan berserikat dan menyatakan serta menyampaikan di depan umum pendapat-pendapat yang mereka miliki secara bebas dan tanpa tekanan. Ruang publik berfungsi sebagai tempat yang independen dari pemerintahan dan yang otonom dari partisipan kekuatan ekonomi tertentu, didedikasikan pada debat rasional dan terbuka bagi siapa saja serta terbuka untuk diinspeksi masyarakat. Dalam ruang publik inilah opini publik dibentuk.
Kata kunci: ruang publik, media online, mayoritas, minoritas.